Analisis Kasus: PBB Desak Indonesia Batalkan Hukuman Mati Kasus Narkoba
Nama :
Frita Maria
Prodi :
Ilmu Komunikasi
Mata Kuliah :
Sistem Politik Indonesia
Dosen : Agung Supriyo, S.IP., M.IP
_________________________________________________________________________________
PBB
Desak Indonesia Batalkan Hukuman Mati Kasus Narkoba
SABTU, 07 MARET 2015 | 08:33 WIB
Sejumlah barang bukti
dalam rilis pengungkapan sindikat narkotika internasional di Direktorat Reserse
Narkoba Polda Metro Jaya, Jakarta, (18/11). Petugas mengamankan 16 orang
tersangka dengan sejumlah narkotika seharga Rp 12 miliar lebih. Tempo/Dian
Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jenewa - Juru bicara Komisaris Tinggi Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), Rupert Colville, mendesak
pemerintah Indonesia membatalkan hukuman mati dan memberikan grasi kepada para
terpidana mati kasus narkoba.
"Kami bisa memahami perjuangan Indonesia dalam pemberantasan peredaran narkoba. Tapi hukuman mati bukanlah solusi terbaik," katanya di Jenewa dalam keterangan tertulis, Jumat, 6 Maret 2015.
Colville berkata, Indonesia juga pasti akan memberlakukan sikap yang sama seperti yang dilakukan negara yang warganya tengah terancam hukuman mati. "Bagaimana kalau ada warga Indonesia yang terancam hukuman mati? Pasti pemerintah Indonesia tak akan tinggal diam."
Menurut dia, dalam yurisprudensi hukum internasional, pidana mati hanya bisa dilakukan untuk “kejahatan paling serius”. “Pelanggaran terkait dengan penyalahgunaan obat terlarang tidak masuk kategori 'kejahatan paling berat' yang bisa dijerat hukuman mati.”
"Kami bisa memahami perjuangan Indonesia dalam pemberantasan peredaran narkoba. Tapi hukuman mati bukanlah solusi terbaik," katanya di Jenewa dalam keterangan tertulis, Jumat, 6 Maret 2015.
Colville berkata, Indonesia juga pasti akan memberlakukan sikap yang sama seperti yang dilakukan negara yang warganya tengah terancam hukuman mati. "Bagaimana kalau ada warga Indonesia yang terancam hukuman mati? Pasti pemerintah Indonesia tak akan tinggal diam."
Menurut dia, dalam yurisprudensi hukum internasional, pidana mati hanya bisa dilakukan untuk “kejahatan paling serius”. “Pelanggaran terkait dengan penyalahgunaan obat terlarang tidak masuk kategori 'kejahatan paling berat' yang bisa dijerat hukuman mati.”
ANALISIS
Dalam hal ini PBB
memiliki sudut pandang lain mengenai hukuman kasus pidana mati bagi bandar
narkoba. Terlihat dalam sikap mereka yang mendesak Indonesia untuk membatalkan
kebijakan tersebut dan memberikan grasi bagi para terpidana hukuman mati.
Sikap PBB dapat
dikatakan cukup baik dalam menghargai betapa maraknya tingkat kriminalitas dan
kejahatan yang banyak terjadi di Indonesia. Dan menurut juru bicara komisaris
tingkat PBB itupun, hukuman mati ini sebenarnya bukanlah keputusan atau solusi
yang terbaik. Karena kebijakan ini menyangkut harkat dan martabat hidup
penduduk asli Indonesia maupun WNA. Dan akan hal itu, dapat di pastikan bahwa
dari pihak Indonesia sendiri akan merasakan kepanikan yang besar jika ada salah
satu warganya terancam hukuman mati di negara luar yang memberlakukan hukum yang
sama pula dengan Indonesia. Rupert pun menilai bahwa pelanggaran peredaran
narkoba ini tidak cukup berat untuk dijerat pidana hukuman mati.
Pada dasarnya, HAM
merupakan hak yang dimiliki, melekat dan inheren pada setiap manusia. Atau
sederhananya, ham dapat dikatakan sebagai hak yang tak dapat diganggu gugat. Dari
kasus ini kita tahu bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) , memiliki arti penting bagi
kehidupan setiap individu manusia. HAM juga pada aplikasinya sangat terkait
dengan kekuasaan negara dan warga negaranya (rakyat), serta pada hubungannya
antar sesame warga negara.
Perlu kita ketahui
bahwa HAM terbagi atas beberapa bentuk, yaitu hak untuk hidup, berpendapat,
berkeyakinan dan kehidupan yang layak.
Kasus ini merupakan salah satu contoh pelanggaran bentuk hak asasi
manusia yaitu, hak untuk hidup. Pelanggaran ham sejatinya adalah pelanggaran
ham yang dilakukan oleh negara, dan berbeda dari kriminalitas. Kriminalitas
bukan termasuk salah satu pelanggaran ham, karena pelanggaran tersebut tidak
dilakukan oleh negara, tidak terstruktur dan tidak melalui instruksi.
Kriminalitas dilakukan oleh warga sipil.
Belum lama menjabat,
pada masa awal jabatannya sejak periode 2014, Presiden Jokowi Dodo membuat
suatu kebijakan yang mencengangkan para rakyatnya. Inilah kebijakannya, yaitu
penerapan tindak pidana hukuman mati bagi pengedar narkoba. Pada hal ini,
banyak menimbulkan kontroversi, begitupun di negara luar seperti US, Australia,
Eropa dll.
Kasus pengedaran
narkoba mungkin sudah sangat mendominasi kehidupan generasi muda (terutamanya)
di Indonesia, namun sepertinya kebijakan yang dibuat pak Jokowi ini memiliki
sisi positif dan negative.
Dari segi positifnya,
kita semua tahu bahwa narkoba merupakan sebuah penjajahan gaya baru
(neokolonialisme) yang terjadi secara tidak langsung. Penjajahan ini masuk ke
dalam bidang ekonomi dan budaya, bahkan mental. Maka itu juga Pak Jokowi
membuat “Revolusi Mental” karena mental dan moralitas generasi muda Indonesia
sudah rusak dikarenakan salah satu factor ini. Banyak juga para pengedar yang
berasal dari luar negeri maupun dalam negeri yang karenanya, banyak pula
generasi muda yang sudah menjemput ajal dan menutup usianya di masa mudanya
ini. Peredaran narkoba juga mulai menurunkan tingkat kesehatan dan tingkat
harapan hidup di bangsa ini. Walaupun bangsa ini merupakan bangsa yang
tergolong negara berkembang, dan otomatis tingkat kelahiran (natalitas) tinggi,
namun bukan berarti Indonesia rela kehilangan nyawa para anak mudanya.
Dan dalam sisi
negative, hal ini juga mulai melemahkan potensi untuk kerjasama antarnegara.
Baik bilateral maupun multilateral antara Indonesia dan negara lainnya. Misalnya
kasus yang belakangan ini sempat terjadi, yaitu salah satu warga Australia yang
terkena ancaman hukuman mati di Indonesia. Australia pun akhirnya memutuskan
untuk mencopot duta besar Indonesia yang bekerja disana, namun kerjasama masih
tetap terjalin antara Indonesia dan Australia. Hal ini cukup mengancam
Indonesia karena hubungan diplomasi Indonesia antar negara lain menjadi
terganggu, dan bila kita lihat kebelakang sejenak, kita tahu bahwa Indonesia
merupakan negara berkembang yang masih belum bisa “BERDIKARI”. Maka dari itulah
kebijakan ini dinilai cukup megambil resiko yang besar bagi kehidupan
Indonesia.
Namun pada
keseluruhannya, keputusan ini cukup baik, terlepas dari pandangan agama yang
menolak adanya pencabutan nyawa secara paksa oleh manusia. Karena mungkin
kehilangan satu nyawa dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa, daripada
mempertahankan satu nyawa malah menghilangkan
lebih banyak nyawa.
SUMBER :
Tempo.co. (2015). "PBB Desak Indonesia Batalkan Hukuman Mati Kasus Narkoba". [Online] Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/647903/pbb-desak-indonesia-batalkan-hukuman-mati-kasus-narkoba
SUMBER :
Tempo.co. (2015). "PBB Desak Indonesia Batalkan Hukuman Mati Kasus Narkoba". [Online] Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/647903/pbb-desak-indonesia-batalkan-hukuman-mati-kasus-narkoba
Comments
Post a Comment
Hi, guys! Please kindly left some comments. Thx, love!