Review Novel DILAN: Dia adalah Dilanku Tahun 1990



“Cinta itu indah, jika bagimu tidak, mungkin kamu salah milih pasangan.”




IDENTITAS BUKU

Judul                           : DILAN, Dia adalah Dilanku tahun 1990
Penulis                        : Pidi Baiq
Penerbit                      : Pastel Books, Mizan Media Utama
Tahun Terbit               : Cetakan 13, 2015
Jumlah Halaman        : 332 lembar
Tebal Buku                 : 20,5 cm


FIRST IMPRESSION


Pertama kali ketemu buku ini, waktu main ke kamar kakak sepupu. Mungkin semasa kuliahnya, kalau temen-temennya suka beli buku untuk keperluan mata kuliah, dia lebih milih nangkring di Kober untuk berburu novel cengeng kali ya.

Dari beberapa koleksi buku yang saya pinjem ke dia kala itu, ada satu buku yang cukup bikin penasaran, ya ini, buku Dilan. Katanya sih bagus dan worth it buat dibaca. Maka, saya bacalah. Nggak untuk setiap kondisi apa yang pepatah bilang “don’t judge a book from it’s cover” itu bener. Buat saya, penting banget untuk editor buku memperhatikan bagaimana mengemas sebuah buku dengan tampilan sampul yang seapik-apiknya. Karena mata adalah indera yang sangat berbahaya, and so, seperti yang kita tahu, dari mata turun ke hati lah! Karena kebetulan saya itu pecinta warna biru, dan buku ini punya warna sampul yang kelihatan soft, and feel young gitu sih kalo buat dijinjing kemana-mana.

EKSTRINSIK BUKU

            Menurut opini saya sih, secara ekstrinsik, sampul bukunya cukup menarik. Warna biru muda yang dipilih terlihat cukup ceria namun tetap kalem. Ya, warnanya, anak muda banget lah. Cocok jika dipadupadankan dengan ilustrasi gambar tokoh Dilan yang sederhana sedang berdiri disamping motornya, apalagi disertai dengan jenis tulisan judul buku yang terlihat fleksibel, unik dan eyecatching. Selain itu, ada beberapa ilustrasi gambar tokoh ataupun peristiwa yang ditampilkan dalam berbagai bagian cerita di bukunya. Dari mulai ilustrasi tokoh Dilan sendiri, Milea, Beni, hingga Ibu Kang Adi.
            Jenis kertas yang digunakan juga cukup membuat bobot buku menjadi ringan, ramah, dan bersahabat untuk para pembacanya yang malas membawa buku dengan bobot yang berat. Jenis tulisan yang dipilih sebagai teks cerita dalam bukunya juga nggak begitu kaku dan rapat letaknya.
            Pokoknya setelah dalam genggaman, novel yang hadir lengkap dengan tiga serinya kini, seri pertamanya habis dibaca hanya dalam kurun waktu dua hari karena saking betahnya baper sendirian.

INTRINSIK BUKU

            Novel terbitan 2015 ini bahkan masih cukup nge-hits di banyak kalangan usia sampai tahun 2018 kini. Tata bahasa buku yang digunakan cukup ringan, nggak berbelit-belit, malah lebih bergaya ke arah bahasa percakapan sehari-hari anak remaja pada umumnya. Nggak sekaku karya sastra pada umumnya yang terlalu berat untuk dicerna. Tapi juga gak terlepas dari tuntutan konteks formal (kebakuan bahasanya sendiri).        Terlebih, beberapa bahasanya yang cukup nyeleneh ini kemudian dikombinasi dengan bahasa khas Bandung, yang semakin menambah nilai jual ceritanya yang diiringi berbagai macam konflik menarik.
            Hal khusus yang buat pembaca mudah masuk ke dalam ceritanya adalah alur ceritanya yang cukup unik dan terlanjur bagus. Apalagi karakter tokoh Dilan yang sangat menonjol karena kekhasannya. Saya sebagai pembaca yang masih cukup awam dalam menilai suatu karya fiksi sih, sangat tergolak emosinya karena terus terbawa ke dalam kehidupan Dilan-Milea dengan latar belakang Bandung, tahun 1990 itu, meskipun saya sendiri kelahiran Jakarta, 1996.
            Dilan yang dikenal bad boy ini diciptakan sebagai tokoh yang mengagumkan. Dengan gelar panglima tempurnya, ia juga merupakan sosok yang cerdik, santun dalam keluarga, berprestasi, dan perayu hebat: karena ia berhasil mendapatkan hati Milea saat banyak lelaki lain yang mendekati gadis pujaannya itu.
            Novel yang dikarang dengan menggunakan Milea sebagai sudut pandang orang pertama ini, bisa menghipnotis pembaca untuk juga mencintai Dilan. Terlebih untuk pembaca yang jomblo, pasti maunya Dilan saja yang jadi pacarnya nanti. Enak saja, Dilan itu milikku!
            Setelah novel Dealova di tahun jebot yang berhasil menyedot perhatian saya dan akhirnya difilm-kan itu, akhirnya novel ini pun berjejak sama. Penantian lama saya dalam membayangkan tokoh Dilan dan karakternya akhirnya terbayarkan. Dilan sudah difilmkan guys!

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Film: The Hundered Foot Journey

Analisis Kasus Tingkat Kriminalitas dan Keterkaitannya dengan Pancasila

Analisis Kasus: Pengemis Tua Simpan Rp 11 Juta di Tas Pinggang