Analisis Kasus Tingkat Kriminalitas dan Keterkaitannya dengan Pancasila


Nama                             : Frita Maria
NIM                                : 1471650015
Prodi                              : Ilmu Komunikasi 2014
Mata Kuliah                   : Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu         : Chontina Siahaan, SH, M.Si


_________________________________________________________________________

Rabu, 17 September 2014 15:55:56


Tidak Dipinjami Rp 200 ribu, Pemuda

Tusuk Korban hingga Tewas



Hasil gambar untuk kriminalitasMerdeka.com – Seorang pemuda ditemukan tewas bersimbah darah dirumahnya, Jalan Lembah Palem, RT 9 RW 9 Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Korban yang diketahui bernama Leksmana (20), tewas ditusuk oleh Iksan (25) yang tak lain adalah bekas teman SMP kakaknya.

Salah satu tetangga korban, Bambang mengatakan, peristiwa nahas itu terjadi sekitar pukul 13.30 WIB. Pelaku yang sebelumnya sempat menginap di rumah korban pada malam hari, justru tega membunuh Leksmana.

“Pelaku ini teman SMP kakak korban yang bernama Rama. Dua hari lalu dia memang muter-muter di kompleks sini untuk nyari alamat rumah si Rama. Semalam dia itu menginap di sini,” kata Bambang ditemui di lokasi kejadian, Jakarta, Rabu (17/9).

Bambang melanjutkan, sekitar pukul 11.00 WIB pelaku sempat diantar ke terminal untuk pulang ke rumah oleh kakak korban. Namun tidak lama setelah itu dia justru balik lagi ke rumah tersebut.

“Diantar sama Rama ke terminal katanya mau pulang. Dari situ Rama langsung pergi ke kampus, tapi pelaku justru balik lagi ke rumah. Kayaknya mau merampok,” paparnya.

Sesampainya dirumah korban, pelaku yang mengira rumah tersebut kosong justru tidak menyangka ada Leksmana. Tak kehilangan akal, pelaku pun beralasan meminjam uang Rp 200.000 kepada korban, untuk biaya pengobatan anaknya.

“Sempat terjadi cekcok, ada warga yang melihat. Katanya sih pelaku minjem uang tapi gak dikasih sama korban hingga akhirnya dibunuh,” jelasnya.

Bambang mengatakan, salah satu tetangga bernama Fitri sempat curiga dengan gelagat Iksan yang masuk diam-diam ke rumah korban. Ftrii pun memberanikan diri masuk ke rumah korban untuk mencari tahu apa yang terjadi.

“Fitri ngelihat Leksamana tewas di lantai dengan luka tusukan. Pelaku yang terkejut melihat Fitri pun mencoba menyerangnya dengan pisau dapur, sehingga terkena bagian lehernya,” jelasnya.

Beruntung saat diserang ibu muda tersebut sempat menghindar, dan menendang kelamin pelaku hingga menjerit kesakitan dan melarikan diri.

“Ibu Fitri langsung teriakin pelaku maling. Warga yang mendengar langsung mengepung dan menangkapnya,” jelas Bambang.

Hingga kini warga dan pihak Kepolisian masih ramai di sekitar rumah korban. Sedangkan, korban sendiri, masih berada di lokasi dan akan dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk di autopsi.

Analisis :

Belakangan ini, banyak kasus pembunuhan yang di latar belakangi oleh beberapa alasan yang tidak masuk akal atau di luar akal sehat. Kasus-kasus yang terjadi tersebut secara tidak langsung membuat perhatian kita tersita untuk sekadar bertanya, mengapa hal itu sampai dapat terjadi?

Menurut salah satu kriminolog dari Universitas Padjajaran (Unpad), Yesmil Anwar kepada Okezone, Kamis (17/4), “penyebab (pembunuhan) secara umum kita bagi ke dalam tiga motif,” paparnya. Tiga motif itu masing-masing dilatarbelakagi  oleh harta benda (ekonomi), kekuasaan dan hubungan sosial. Salah satu bahkan ketiga motif tersebut dapat menjadi penyebab dan terjadi dalam suatu kasus pembunuhan.

Namun disisi lain, selain beberapa faktor diatas, kriminalitas juga dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis dan faktor lingkungan dan keluarga yang sangat berperan penting dalam tahap pembentukan kepribadian individu tersebut.

Dalam segi motif ekonomi, kasus diatas merupakan satu dari sekian kasus yang mungkin dapat dilatar belakangi oleh kemiskinan atau ketidakmapanan dalam kehidupan berekonomi setiap individunya. Misalnya dari kasus diatas, tersangka yaitu Iksan, mungkin memiliki latar belakang kelas ekonomi rendah. Entah mungkin dia pengangguran, bekerja namun dengan upah yang tidak layak, dan berbagai hal lainnya yang menyebabkan kesejahteraannya bahkan individu sepertinya tidak terjamin. Serta dengan dorongan psikologis yang ada, misalnya layaknya yang terjadi pada Iksan mungkin karena buruknya pengendalian emosi. Emosi yang tidak terkontrol dengan baik menyebabkannya tidak dapat mencegah desakkan hasratnya untuk berbohong demi melancarkan aksi perampokannya tersebut yang akhirnya berujung pada pembunuhan terhadap Leksmana. Atau bahkan karena motif hubungan sosial, dimana ia terpengaruh oleh lingkungan tempat tinggal yang tidak baik yang dengan leluasa dan sudah sejak lama menanamkan nilai dan norma yang menyimpang kepadanya, serta faktor keluarga yang kurang berperan dalam penyampaian sosialisasi bagi pembentukkan kepribadiannya.

Dari beberapa faktor dan penyebab juga motif diatas, permasalahan yang terjadi dan terlihat jelas saat ini adalah merujuk pada titik kemiskinan yang semakin tersebar luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Kemiskinan ini sendiri menyangkut beberapa aspek yang telah disebutkan diatas, yaitu aspek ekonomi, politik dan psikologi. Dan penjelasan serta kasus diatas merupakan salah satu contoh dari dampak yang ditimbulkan akibat kesenjangan ekonomi itu sendiri.

Penjelasan diatas akan membuat kita dapat menelaah, apakah kasus diatas termasuk melanggar salah satu sila dalam Pancasila? Bila ya, sila mana yang terlanggar? Ada 2 sila yang terlanggar. Pertama, sila ke-2 yang menyebutkan “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, dan juga sila ke-5 yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Dalam sila ke-2 “Kemanusiaan yang adil dan beradab” terdapat beberapa butir pengamalan sila sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan pancasila, yaitu :

1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat mahusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Pada penjelasan sebelumnya, dilihat dari kasus yang ada, sikap pelaku, Iksan, tidak menunjukkan bahkan bertentangan dengan pengamalan sila kedua yang tergambar melalui butir-butir sila yang ada diatas, dimana dalam hal ini, ia tidak memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan YME, ia melakukan sikap semena-mena pada orang lain, dan telah kehilangan nilai-nilai kemanusiaannya sampai ia tega membunuh sesamanya.

Begitupun sikap para pemerintah dan petinggi negeri ini yang acuh tak acuh dalam memberantas masalah kemiskinan yang kemudian menjadi penyebab dari berbagai macam kriminalitas yang ada seperti ini salah satunya, dimana dapat kita temui bahwa kurang terasanya pengakuan persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya, serta sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa dan tepa selira yang sudah mulai pudar. Maraknya sikap kesemena-menaan terhadap orang lain juga nilai kemanusiaan yang harusnya dijunjung tinggi pun sudah mulai luntur. Terlebih lagi bagi butir ke-12 yang berkata bahwa setiap warga negara harus berani membela kebenaran dan keadilan.

Sedangkan pada sila ke-5, butir-butirnya ialah :

- Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
- Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
- Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Menghormati hak orang lain.
- Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
- Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain
- Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
- Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
- Suka bekerja keras.
- Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
- Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Dalam butir sila ini, lebih cenderung mengacu kepada sikap alat negara dan aparatur-aparatur yang turut bekerja dalam upaya mensejahterakan kehidupan berbangsa serta bernegara. Dewasa kini, banyak sekali petinggi negeri yang harusnya menjadi tempat menampung aspirasi rakyat rupanya lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada kepentingan khalayak banyak. Maraknya petinggi negeri yang melakukan kasus korupsi dan lainnya pun telah mencerminkan bahwa upaya pengembangan perbuatan yang luhur terlebih yang mencerminkan sikap serta suasana kekeluargaan sudah tak ada lagi. Penghormatan terhadap hak orang lain pun masih dipertanyakan pengamalannya. Nyatanya pemerintah-pemerintah saat ini lebih bahagia dengan merenggut hak milik rakyatnya daripada melakukan penghormatan atas hak rakyatnya, dengan memberikan pendidikan dan penghidupan yang layak misalnya. Namun rupanya itu hanya harapan semu bagi rakyat kecil seperti mereka. Pengamalan sila kelima pun sudah turut pudar seiring dengan turunnya mora bangsa.

Keadilan seperti apalagi yang ingin dijanjikan dan sudah terealisasikan? Keadilan bagi sesama, sesama yang mana? Sesama petinggi negeri atau untuk rakyat bangsa ini?



Sumber :





           

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Film: The Hundered Foot Journey

Analisis Kasus: Pengemis Tua Simpan Rp 11 Juta di Tas Pinggang