Analisis Kasus: Pengemis Tua Simpan Rp 11 Juta di Tas Pinggang
![](file:///C:/Users/Asus/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.png)
Nama :
Frita Maria
NIM :
1471650015
Prodi : Ilmu Komunikasi
Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila
Dosen : Chontina Siahaan, SH, M.Si
====================================
RABU, 17 SEPTEMBER 2014 | 07:17 WIB
![Petugas Satuan Polisi Pamong Praha (Satpol PP) melakukan razia gelandangan dan pengemis (gepeng) di sekitar Wilayah Menteng, Jakarta, Kamis (19/07). Razia tersebut dilakukan untuk mengurangi gepeng yang menjamur saat bulan suci Ramadhan. TEMPO/Dasril Roszandi](https://statik.tempo.co/data/2012/07/19/id_131490/131490_620.jpg)
Pengemis Tua Simpan Rp 11 Juta di Tas Pinggang
TEMPO.CO, Jakarta – Tubuh Edi Supriyadi, 78
tahun, terlihat sangat kurus. Sehari-hari, pengemis asal Kudus, Jawa Tengah,
ini hidup di dalam sebuah gerobak kayu. Ia biasa meminta-minta di samping Hotel
Oasis Amir, Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat. Tak ada yang menyangka,
dari hasil kebiasaannya itu, ia menyimpan uang hingga Rp 11 juta. Bisa
dibilang, Edi masuk kategori pengemis.
“Saat kami geledah, uang itu berada
di dalam tas pinggangnya,” kata Kepala Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Suku Dinas Sosial Jakarta Pusat Wanson Sinaga, Selasa 16 September 2014.
Awalnya, tim dari Dinas Sosial
mendapatkan laporan dari masyarakar ihwal keberadaan penyandang masalah
kesejahteraan masyarakat di kawasan Senen. Tim langsung terjun ke lapangan dan
merazia para pengemis. Nah, salah satu yang terjaring adalah Edi.
“Tim meyakini dia meraup jutaan
rupiah dari mengemis, Ternyata dugaan itu benar,” kata Wanson. Sebelum mengaku,
Edi sempat mencoba untuk menyuap petugas agar dibebaskan. “Dia mau kasih saya
Rp 250 ribu, makanya saya enggak yakin uangnya itu saja,” ujar Wanson.
Wanson menemukan beberapa pecahan
uang dalam tas Edi. “Kebanyakan uang baru Rp 100 ribu. Yang recehan Rp 5 dan Rp
10 ribu ada, tapi sedikit,” kata dia. Menurut Wanson, pengemis yang tampak
sebagai penderita kusta itu sudah memiliki penyumbang tetap. “Dia memang lama
di situ dan sudah ada yang rutin kasih uang ke dia,” katanya.
Tak hanya uang, Wanson juga
menemukan beberapa peralatan bekal hidup Edi di dalam gerobak. Benda-benda itu
seperti palu, pisau, botol minuman, dan lampu. Gerobak itu sudah diatur
selayaknya rumah tinggal. Edi tinggal seorang diri di gerobak itu.
Setelah diperiksa petugas, Edi akan
dibina di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya. Cipayung, Jakarta Timur. Selepas
itu, ia akan dipulangkan ke kampung asalnya. “Uang dia akan di kembalikan untuk
bekal dia pulang ke rumahnya, “ ujar Wanson.
Wanson mengungkapkan fenomena
pengemis simpan jutaa rupiah di gerobak sudah beberapa kali terjadi. November
tahun lalu, seorang pengemis yang biasa mangkal di Pancoran, Jakarta Selatan,
juga ketahuan menyembunyikan uang Rp 25 juta.
ANALISIS
Lagi, kita menjumpai kasus yang tak
asing untuk di dengar. Selain krininalitas, banyak juga di jumpai realita
tentang kesenjangan sosial terlebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
khususnya di Indonesia kita tercinta ini. Bangsa yang menganut sistem Demokrasi
pancasila ini, yang seharusnya menjadikan rakyat sebagaimana layaknya pemegang
teguh kedaulatan tertinggi negeri ini, justru tak lebih hanya mementingkan
kepentingan diri sendiri.
Dewasa kini, pengemis dan pengamen
atau dapat dikatakan gelandangan, sering di anggap sebagai ‘sampah’ masyarakat.
Karena baik dari sisi pemerintahan maupun khalayak masyarakat pada umumnya
merasa terganggu dengan kehadiran mereka yang suka berlalu lalang di antara
padatnya lalu lintas maupun pinggiran kota Jakarta maupun kota lainnya.
Sebelumnya, kita perlu mengenali apa
pengemis itu. Pengemis adalah orang yang mendapatkan peghasilan dengan
meminta-minta di muka umum diiringi berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan
belas kasihan orang lain. Kemiskinan yang menjadi permasalahan ekonomi makro
ini secara tak langsung membuat pengemis menjadi bertambah banyak, dan
banyaknya pengemis yang ada memberi dampak munculnya oknum yang tak bertanggung
jawab menjadi koordinator lapangan yang bertugas mengatur dan mengarahkan
pengemis dengan jumlah yang sesuai di titik tertentu. Dengan berbagai strategi,
para pengemis cerdik ini mencoba untuk menarik simpati dari masyarakat luas.
Kemiskinan ini telah lama menjadi
tugas bagi rakyat dan pemerintah. Kerap kali cara anarkis dan kekerasan di
ambil oleh pemerintah dalam hal ini, Satuan Polisi Pamong Praja (SatPol PP).
Cara ini ditempuh untuk membersihkan kota dari segala pengemis yang tersebar,
tujuannya baik namun seringkali cara yang ditempuh salah.
Dalam kasus ini, mungkin Edi
termasuk sebagai salah satu orang yang berada dalam kategori kaum miskin yang
menjadi korban dalam kemiskinan yang terstruktur oleh negara. Kembali ke permasalahan
latar belakang pendidikan serta ekonomi dari pak Edi ini tersendiri. Mungkin
pada awalnya ia telah terlahir di tengah keluarga yang memiliki latar belakang
ekonomi yang rendah sehingga ia hanya berpendidikan sebatas mampunya saja,
hingga pada saat tua ia tak memiliki pekerjaan yang layak untuk mencukupi
kebutuhan ekonominya. Atau ia merupakan orang yang berurbanisasi demi mengadu
nasib di kota besar karena pemerataan sumber daya yang tak rata di asal tempat
tinggalnya.
Ini merupakan tugas dan tanggung
jawab yang harusnya telah di selesaikan lama oleh pemerintah. Keadaan yang
serba salah yang diarasakan oleh Edi mungkin membuatnya harus bekerja dengan
cara mengemis. Dapat dibilang salah karena harus mengemis, mungkin tanggapan
orang mengenai para pengemis ini buruk. Entah itu di cap pemalas, bodoh maupun
penipu karena dengan banyaknya strategi licik yang mereka halalkan untuk
mendapatkan uang. Namun ini semua kembali kepada tugas dan kewajiban pemerintah
dalam menangani rakyatnya, menaungi serta memberikan kehidupan yang layak pada
rakyatnya seperti yang tertuang dalam Pancasila maupun Pembukaan UUD 1945.
Pekerjaan yang tak dapat dikatakan salah juga, karena meskipun digolongkan
sebagai pekerjaan yang kurang layak dan dianggap sebagai orang pemalas, namun
itu akan jauh lebih baik daripada apa yang dilakukan oleh para wakil rakyat
yang menjabat diluar sana dengan memakan uang rakyat yang bukan merupakan
haknya.
Uang negara yang seharusnya
digunakan dan dialokasikan serta di distribusikan demi kepentingan rakyat
dengan membangun sarana dan prasarana pendidikan, pembinaan, ruang khusus untuk
kelembagaan yang menaungi masyarakat tak mampu atau kelas bawah justru
digunakan untuk kepentingan para petinggi negeri ini masing-masing tanpa
mementingkan kemajuan serta kesejahteraan yang telah memberikan kepercayaan
pada mereka.
Saat ini, bagaimana rakyat yang
terinjak dan berada dibawah garis kemiskinan dapat berlaku sesuai etika dan
bekerja secara terdidik bila para pejabat tinggi negeri ini yang seharusnya
dapat menjadi teladan dan orang terpercaya untuk masyarakat masih saja
mengecewakan dan belum dapat menjalankan serta melaksanakan tugas tanggung
jawabnya untuk berlaku adil demi rakyatnya, sedangkan hak-hak rakyat terlantar
oleh negara.
Tempo.co.
(2014). "Pengemis Tua Simpan Rp 11 Juta di Tas Pinggang” [Online] Diakses dari https://metro.tempo.co/read/607512/pengemis-tua-simpan-rp-11-juta-di-tas-pinggang
Comments
Post a Comment
Hi, guys! Please kindly left some comments. Thx, love!